BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa
remaja merupakan masa yang penting karena biasanya di masa ini seseorang selalu
berusaha untuk mencari jati diri, masa untuk melepaskan diri dari lingkungan
orang tua. Tentunya nilai-nilai dalam kehidupan sangat diperlukan sebagai
pedoman, pegangan atau petunjuk dalam mencari jalan untuk menumbuhkan jati
dirinya.Tentunya sikap dari remaja tersebut harus sesuai dengan nilai-nilai dan
moral-moral tertentu sehingga akan terwujud dalam perilaku yang bermoral dan
segala perbuatannya selaras dengan kenyataan yang ada di dunia sekelilingnya.
Tetapi
hal itu belum tentu terjalin dengan baik. Adakalanya seorang individu yang pada
waktu tetentu melakukan perbuatan yang tercela tanpa menyadarinya, dan bahkan
ia tidak tahu bahwa hal terasebut melanggar norma-norma di dalam masyarakat.
Disamping itu remaja di Indonesia lebih cendrung mengikuti pola-pola kehidupan
atau lebih dikenal dengan istilah budaya barat. Fatalnaya remaja-remaja masa
kini kurang mampu memfilter(menyaring) budaya barat yang dapat merusak
kehidupanya. Yang sangat tidak sesuai dengan budaya Indonesia.
Untuk
itu, makalah ini akan membahas tentang perkembangan nilai, moral dan sikap dari
pada remaja. Karena antara nilai moral dengan tindakan tidak selalu terjadi hubungan
yang positif, mengingat tingkat emosi pada usia remaja masih sangat labil. Oleh
karena itu, peranserta orang tua, guru, teman-teman dan lingkungan sekitar
sangat mempengaruhi.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa itu nilai,moral
dan sikap ?
2.
Bagaimanakah tahapan-tahapan
nilai moral dan sikap remaja ?
3.
Bagaimanakah perkembangan
nilai moral dan sikap remaja ?
C. Tujuan penulisan
1. Dapat
mengetahui apa itu nilai,moral dan sikap.
2. Mampu
menjelaskan tahapan-tahapan perkembangan nilai moral dan sikap remaja.
3. Mampu
menjelaskan tentang perkembangan nilai moral dan sikap remaja.
D. Mamfaat Penulisan
1. Dapat
menambah wawasan terhadap fenomena yang terjadi dalam kehidupan usia remaja.
2. Sebagai
sumber pembelajaran bagi seluruh kalangan yang membutuhkan makalah ini.
3. Sebagai
bahan pegangan dalam persentasi
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Nilai, Moral, dan Sikap
Nilai
sosial adalah nilai yang dianut oleh
suatu masyarakat,
mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak
pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi
oleh kebudayaan yang
dianut masyarakat.
Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat
perbedaan tata nilai.
Moral merupakan
kondisi pikiran, perasaan, ucapan, dan perilaku manusia yang terkait dengan
nilai-nilai baik dan buruk. Apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai
dengan nilai rasa yang berlaku di masyarakat dan dapat diterima serta
menyenangkan lingkungan masyarakatnya, maka orang itu dinilai memiliki moral
yang baik, begitu juga sebaliknya. Sehingga moral adalah hal mutlak yang harus
dimiliki oleh manusia. Manusia yang tidak memiliki moral disebut amoral
artinya dia tidak bermoral dan tidak memiliki nilai positif di mata manusia
lainnya.
Sikap merupakan
proses sosialisasi dimana seseorang akan bereaksi sesuai dengan rangsang yang
diterimanya”. (Mar’at,1981:9). Maksudnya, sesorang akan bereaksi apabila
rangsangan yang diberikan oleh seorang komunikator dapat diterima oleh
komunikan yang diakibatkan dari adanya hidup bermasyarakat.
Stephen
R. Covey mengemukakan tiga teori determinisme yang diterima secara luas, baik
sendiri-sendiri maupun kombinasi, untuk menjelaskan sikap manusia, yaitu:
1. Determinisme
genetis (genetic determinism): berpandangan bahwa sikap individu diturunkan
oleh sikap kakek-neneknya. Itulah sebabnya, seseorang memiliki sikap dan tabiat
seperti sikap dan tabiat nenek moyangnya.
2. Determinisme
psikis (psychic determinism): berpandangan bahwa sikap individu merupakan hasil
pelakuan, pola asuh, atau pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya.
3. Determinism
lingkungan (environmental determinism): berpandangan bahwa perkembangan sikap
seseorang sangat dipengaruhi oleh lingkungan individu itu tinggal dan bagaimana
lingkungan memperlakukan individu tersebut.
B.
Hubungan antara Nilai,
Moral, dan Sikap
Nilai
merupakan dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu, moral merupakan
perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari, sedangkan sikap merupakan
predikposisi atau kecenderungan individu untuk merespon terhadap suatu objek
atau sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada
di dalam dirinya.
Sistem
nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya
akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral
tersebut. Dengan sistem nilai yan dimiliki individu akan menentukan perilaku
mana yang harus dilakukan dan yang harus dihindarkan, ini akan tampak dalam
sikap dan perilaku nyata sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang
mendasarinya.
C.
Karakteristik Nilai,
Moral, dan Sikap Remaja.
Salah
satu karakteristik remaja yang sangat menonjol yang berkaitan dengan nilai
adalah bahwa remaja sudah sangat merasakan akan pentingnya tata nilai dan
mengembangkan nilai-nilai baru yang sangat diperlukan sebagai
pedoman,pegangan,atau petunjuk dalam mencari jalannya sendiri untuk menumbuhkan
identitas diri menuju kepribadian yang semakin matang(Sarwono,1989).
Pembentukan nilai-nilai baru ini dilakukan dengan cara identifikasi dan imitasi
terhadap tokoh atau model tertentu atau bisa saja berusaha mengembangkannya
sendiri.
Karakteristik
yang menonjol dalam perkembangan moral remaja adalah bahwa sesuai dengan
tingkat perkembangan kognisi yang mulai mencapai tahapan berfikir operasional
formal,yakni mulai mampu berfikir abstrak dan mulai mampu memecahkan
masalah-masalah yang bersifat hipotetis,maka pemikiran remaja terhadap suatu
permasalahan tidak lagi hanya terikat pada waktu,tempat,dan situasi, tetapi
juga pada sumber moral yang menjadi dasar hidup mereka(Gunarsa,1988).
Perkembangan pemikiran moral remaja dicirikan dengan mulai tumbuh kesadaran
akan kewajiban mempertahankan kekuasaan dan pranata yang ada karena dianggapnya
sebagai suatu yang bernilai walau belum mampu mempertanggungjawabkannya secara
pribadi(Monks,1989). Perkembangan pemikiran moral remaja yang demikian ini,jika
meminjam teori perkembangan moral dari Kohlberg berarti sudah mencapai tahap
konvensional. Pada akhir masa remaja akan memasuki tahap perkembangan pemikiran
moral berikutnya yang disebut dengan tahap pasca konvensional/dimana
orisinalitas pemikiran moral remaja sudah semakin tampak jelas. Pemikiran moral
remaja berkembang sebagai pendirian pribadi yang tidak tergantung lagi pada
pendapat atau pranata-pranata yang bersifat konvensional.
Perubahan
sikap yang cukup menyolok dan ditempatkan sebagai salah satu karakter remaja
adalah sikap menantang nilai-nilai dasar hidup orang tua dan orang dewasa
lainnya(Gunarsa 1988),apalagi kalau orang tua atau orang dewasa lainnya
berusaha memaksakan nilai-nilai yang dianutnya kepada remaja. Sikap menentang
melawan pranata adat kebiasaan yang ditunjukkan oleh para remaja ini merupakan
gejala wajar yang terjadisebagai unjuk kemampuan berpikir kritis terhadap
segala sesuatau yang dihadapi dalam realitas. Gejala dikap menentang pada
remaja itu hanya bersifat sementara dan akan berubah serta berkembang kearah
moralitas yang lebih matang dan mandiri.
Lima
perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja menurut michael yaitu:
1. Pandangan
moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrae.
2. Keyakinan
moral lebih berpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
Keadilan muncul sebagai kekuatan moral yang dominan.
3. Penilaian
moral menjadi semakin kognitif.
4. Penilaian
moral menjadi kurang egoistic.
5. Penilaian
moral secara psikologis menjadi lebih mahal.
Dalam penyelidikan yang dilakukan oleh
kolhberg mengemukakan 6 tahap(stadium) perkembangan moral. Ada tinkat
perkembangan moral menurut kolhberg, yaitu tingkat:
Berdasarkan penelitian empiris yang
dilakukan Kohlberg pada tahun 1958, sekaligus menjadi disertasi doktornya
dengan judul The Developmental of Model of Moral Think and Choice in the Years
10 to 16, seperti tertuang dalam buku Tahap-tahap Perkembangan Moral (1995),
tahap-tahap perkembangan moral dapat dibagi sebagai berikut:
1.
Tingkat Pra Konvensional
Pada
tingkat ini anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan terhadap
ungkapan-ungkapan budaya mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Akan tetapi
hal ini semata ditafsirkan dari segi sebab akibat fisik atau kenikmatan
perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran dan kebaikan). Tingkatan ini dapat
dibagi menjadi dua tahap:
Tahap 1 :
Orientasi hukuman dan kepatuhan
Akibat-akibat
fisik suatu perbuatan menentukan baik buruknya, tanpa menghiraukan arti dan
nilai manusiawi dari akibat tersebut. Anak hanya semata-mata menghindarkan
hukuman dan tunduk kepada kekuasaan tanpa mempersoalkannya. Jika ia berbuat
“baik’, hal itu karena anak menilai tindakannya sebagai hal yang bernilai dalam
dirinya sendiri dan bukan karena rasa hormat terhadap tatanan moral yang
melandasi dan yang didukung oleh hukuman dan otoritas
Tahap
2 : Orientasi Relativis-instrumental
Perbuatan
yang benar adalah perbuatan yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan
kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan
antar manusia dipandang seperti hubungan di pasar (jual-beli). Terdapat elemen
kewajaran tindakan yang bersifat resiprositas (timbal-balik) dan pembagian sama
rata, tetapi ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas ini merupakan
tercermin dalam bentuk: “jika engkau menggaruk punggungku, nanti juga aku akan
menggaruk punggungmu”. Jadi perbuatan baik tidaklah didasarkan karena
loyalitas, terima kasih atau pun keadilan
2.
Tingkat Konvensional
Pada
tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa. Anak
memandang bahwa hal tersebut bernilai bagi dirinya sendiri, tanpa mengindahkan
akibat yang segera dan nyata. Sikapnya bukan hanya konformitas terhadap harapan
pribadi dan tata tertib sosial, melainkan juga loyal (setia) terhadapnya dan
secara aktif mempertahankan, mendukung dan membenarkan seluruh tata-tertib atau
norma-norma tersebut serta mengidentifikasikan diri dengan orang tua atau
kelompok yang terlibat di dalamnya. Tingkatan ini memiliki dua tahap :
Tahap 3 :
Orientasi kesepakatan antara pribadi atau orientasi “anak manis”.
Perilaku
yang baik adalah yang menyenangkan dan membantu orang lain serta yang disetujui
oleh mereka. Pada tahap ini terdapat banyak konformitas terhadap gambaran
stereotip mengenai apa itu perilaku mayoritas atau “alamiah”. Perilaku sering
dinilai menurut niatnya, ungkapan “dia bermaksud baik” untuk pertama kalinya
menjadi penting. Orang mendapatkan persetujuan dengan menjadi “baik”.
Tahap 4 :
Orientasi hukuman dan ketertiban
Terdapat
orientasi terhadap otoritas, aturan yang tetap dan penjagaan tata
tertib/norma-norma sosial. Perilaku yang baik adalah semata-mata melakukan
kewajiban sendiri, menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang
ada, sebagai yang bernilai dalam dirinya sendiri.
3.
Tingkat Pasca-Konvensional
(Otonom / Berlandaskan Prinsip)
Pada
tingkat ini terdapat usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip
moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari otoritas
kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan terlepas pula
dari identifikasi individu sendiri dengan kelompok tersebut. Ada dua tahap pada
tingkat ini:
Tahap 5 :
Orientasi kontrak sosial Legalitas
Pada
umumnya tahap ini amat bernada semangat utilitarian. Perbuatan yang baik
cenderung dirumuskan dalam kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah
diuji secara kritis dan telah disepakati oleh seluruh masyarakat. Terdapat
kesadaran yang jelas mengenai relativitas nilai dan pendapat pribadi sesuai
dengannya. Terlepas dari apa yang telah disepakati secara konstitusional dan
demokratis, hak adalah soal “nilai” dan “pendapat” pribadi. Hasilnya adalah
penekanan pada sudut pandangan legal, tetapi dengan penekanan pada kemungkinan
untuk mengubah hukum berdasarkan pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial
(jadi bukan membekukan hukum itu sesuai dengan tata tertib gaya seperti yang
terjadi pada tahap 4). Di luar bidang hukum yang disepakati, maka berlaku
persetujuan bebas atau pun kontrak. Inilah “ moralitas resmi” dari pemerintah
dan perundang-undangan yang berlaku di setiap negara.
Tahap 6 :
Orientasi Prinsip Etika Universal
Hak
ditentukan oleh keputusan suara batin, sesuai dengan prinsip-prinsip etis yang
dipilih sendiri dan yang mengacu pada komprehensivitas logis, universalitas,
konsistensi logis. Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis (kaidah emas
imperatif kategoris) dan mereka tidak merupakan peraturan moral konkret seperti
kesepuluh Perintah
D.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan
Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap perkembangan nilai, moral, dan sikap
individu mencakup aspek psikologis, sosial, budaya, dan fisik kebendaan baik
yang terdapat dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat :
1.
Lingkungan Keluarga
Keluarga
merupakan lingkungan yang terdekat untuk membesarkan, mendewasakan dan
didalamnya anak mendapatkan pendidikan yang pertama kali. Keluarga
merupakan kelompok masyarakat terkecil, akan tetapi merupakan lingkungan paling
kuat dalam membesarkan anak yang belum sekolah. keinginan dan harapan
orang tua yang cukup kuat agar anaknya tumbuh dan berkembang menjadi individu
yang memilikidan menjunjung tinggi nilainilai luhur, mampu membedakan
yang baik dan yang buruk, yang benar dan yang salah, yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, serta memiliki sikap dan prilaku yang terpuji sesuai dengan harapan
orang tua
2.
Lingkungan
Pendidikan (Sekolah)
Lingkungan
pendidikan setelah keluarga, adalah lingkungan sekolah. Sekolah sebagai lembaga
formal yang di serahi tugas untuk menyelenggarakan pendidikan tentunya tidak
kecil perananya dalam membantu perkembangan hubungan sosial remaja.
Dalam
konteks ini, guru juga harus mampu mengembangkan proses pendidikan yang
bersifat demokratis. Jika guru tetap berpendirian bahwa dirinya sebagai tokoh
intelektual dan tokoh otoritas yang memegang kekuasaan penuh,
Perkembangan
hubungan sosial remaja akan terganggu. Untuk itu guru harus mampu mengembangkan
perannya selain sebagai guru juga sebagai pemimpin yang demokratis. Artinya,
selain menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentrasfer pengetahuan kepada
peserta didik, juga harus membina peserta didik menjadi manusia dewasa yang
bertanggung jawab.
3.
Lingkungan Sosial
Faktor
sosial mencakup semua pengaruh sosial dalam perkembangan sikap keberagamaan,
yaitu: pendidikan orang tua, tradisi – tradisi sosial dan tekanan – tekanan
lingkungan sosial untuk menyesuaikan diri dengan berbagai pendapat dan
sikap yang disepakati oleh lingkungan.
E.
Perbedaan Individu dalam
Nilai, Moral, dan sikap.
Sesuatu
yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai positif oleh suatu kelompok
masyarakat sosial tertentu belum tentu dinilai positif oleh kelompok masyarakat
lain. Sama halnya, sesuatu yang dipandang bernilai dan bermoral serta dinilai
positif oleh suatu keluarga tertentu belum tentu dinilai positif oleh keluarga
lain. Ada suatu keluarga yang mengharuskan para anggota berpakaian muslimah dan
sopan karena cara berpakaian seperti itulah dipandang bernilai dan bermoral.
Akan tetapi, ada keluarga lain yang lebih senang dan memandang lebih bernilai
jika anggotanya berpakaian modis, trendi, dan mengikuti tren mode yang sedang
merak dikalangan selebritis.
Oleh
sebab itu, hal yang wajar jika terjadi perbedaan individual dalam suatu
keluarga atau kelompok masyarakat tentang sistem nilai, moral, maupun sikap
yang dianutnya. Perbedaan individual didukung oleh fase, tempo, dan irama
perkembangan masing-masing individu. Dalam teori perkembangan pemikiran moral
dari Kohlberg juga dikatakan bahwa setiap individu dapat mencapai tingkat
perkembangan moral yang paling tinggi, tetapi kecepatan pencapaiannya juga ada
perbedaan antara individu satu dengan lainnya meskipun dalam suatu kelompok
sosial tertentu. Dengan demikian, sangat dimungkinkan individu yang lahir pada
waktu yang relatif bersamaan, sudah lebih tinggi dan lebih maju tingkat
pemikirannya
F.
Upaya Pengembangan Nilai,
Moral, dan Sikap Seperti Implikasinya bagi Pendidikan.
Pendidikan
tersebut dapat dilakukan di rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
1. Pendidikan
moral dalam rumah tangga
Pertama-tama
yang harus diperhatikan adalah penyelamatan hubungan ibu-bapak, sehingga
pergaulan dan kehidupan mereka dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.
Pendidikan
moral yang paling baik, terdapat dalam agama, karena nilai moral yang dapat
dipatuhi dengan sukarela, tanpa ada paksaan dari luar, hanya dari kesadaran
sendiri, datangya dari keyakinan sendiri.
Orang
tua harus memperhatikan pendidikan moral serta tingkah laku anak-anaknya.
Pendidikan
dan perlakuan orang tua terhadap anaknya hendaknya menjamin segala
kebutuhannya, baik fisik ataupun psikis ataupun sosial.
2. Pendidikan
moral dalam sekolah
Hendaknya
dapat diusahakan supaya sekolah menjadi lapangan yang baik bagi penumbuhan dan
pengembangan mental dan moral anak didik.
Pendidikan
agama, haruslah dilakukan secara intensif Hendaknya segala sesuatu yang
berhubungan dengan pendidikan dan pengajaran (baik guru, pegawai , buku,
peraturan dan alat-alat) dapat membawa anak didik kepada pembinaan mental yang
sehat.
3. Pendidikan
moral dalam masyarakat
Sebelum
menghadapai pendidikan anak, maka masyarakat yang telah rusak moralnya
diperbaiki terlebih dahulu.
Mengusahakan
supaya masyarakat, termasuk pemimpin dan penguasanya menyadari betapa
pentingnya masalah pendidikan moral anak.
Supaya
segala mas media , terutama siaan radio dan TV., memperhatikan setiap macam
uraian, petunjukan, kesenian dan ungkapa tidak boleh bertentangan dengan agama.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Nilai merupakan
dasar pertimbangan bagi individu untuk sesuatu.
2.
Moral merupakan
perilaku yang seharusnya dilakukan atau dihindari.
3.
Sikap merupakan
predikposisi atau kecenderungan individu untuk merespon terhadap suatu objek
atau sekumpulan objek sebagai perwujudan dari sistem nilai dan moral yang ada
di dalam dirinya.
Sistem
nilai mengarahkan pada pembentukan nilai-nilai moral tertentu yang selanjutnya
akan menentukan sikap individu sehubungan dengan objek nilai dan moral tersebut.
Faktor
dan Upaya yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, Dan Sikap Remaja yaitu
factor lingkungan keluarga, sekolah, dan Masyarakat. Yang menimbulkan perbedaan
bagi setiap individu sesuai dengan cara menyikapinya.
B. Saran
1.
Sebagai generasi penerus
marilah kita menumbuhkembangkan nilai moral dan sikap kearah yang lebih baik.
2.
Guru dan Orang tua
sebaikya bekerja sama dalam mendidik anak-anaknya
3.
Masyarakat harus ikut
berpartisipasi dalam mencegah anak amoral dan mendukung anak bermoral.
DAFTAR
PUSTAKA
Goodthank
Hamsir. 2012. Perkembangan Nilai Moral
dan Sikap Remaja. http://hamsir-amunk.blogspot.com/2012/05/perkembangan-nilai-moral-dan-sikap_22.html. Pada
pukul 04.30, tanggal 26 Februari 2013.
No comments:
Post a Comment